Jumat, 07 Agustus 2015

#ThanksToMuhammadiyah #muktamar47 #thanksMakassar #berkemajuan

Saya mengenal @Muhammadiyah sejak kelas 4 SD lewat buku-buku catatan  yang ditinggal oleh kakak dari ayah yaitu Drs. Sirajuddin yang pada saat itu sedang menempuh Pendidikan di Ujung Pandang (Makassar) dan sekarang beliau memimpin PD Muhammadiyah Kabupaten Bima.

Pada saat itu saya hanya sekedar mambaca catatan dan buku buku tersebut namun tidak paham apa maksud dari Muhammadiyah itu sendiri meski coba di jelaskan oleh kakek kami M. Taher aka "OMPU TEHO" karena memang kedua orang tua kami (Ama Heyo - Ina Fau) "Buta Aksara" tidak pernah mengenyam bangku sekolah.

Nah... Sejak SD kelas 4 itulah saya di ikutsertakan untuk mengikuti Pesantren Sore di Eks. SMP Muhammadiyah Parado yang di sulap menjadi tempat pembinaan anak anak muda Parado mulai usia dini, Tingkat SD, SMP dan SMA...  Kegiatan Pesantren kilatnya dilaksanakan Pada sore hari mulai pukul 14.00 - 18.00 Wita dan saya mengikutinya kurang lebih selama dua tahun sehingga pada saatnya menjadi salah satu modal bagi saya untuk menempuh Pendidikan Lanjutan Pertama di MTs Negeri Bima (Madrasah Tsanawiah Padolo) di kota Bima yang saat itu sulit si tembus oleh kami yang berasal dari daerah pedalaman dan terpencil.

Kita Kembali ke Pesantren Kilat Pondok Muhammadiyah Parado, pada awalnya terasa aneh dan asing karena saya harus belajar dengan cara baru, hal2 yang baru, hehehe terutama bacaan Sholat dan hal hal lainya, akan tetapi para instruktur dan pengelola yang kebanyakan alumni Ujung Pandang (Makassar) mampu mengelolanya dengan baik, tertib dan teratur.

#bersambung

Rabu, 05 Agustus 2015

TAK CUKUPKAH...?

Politik ?
Kita bukan lapar tapi rakus
eh, bukan sekedar rakus tapi kita juga serakah.
Tak cukup satu kali
tak cukup suami yang jadi pejabat
tak cukup istri yang jadi birokrat
tak cukup saudara jadi pengusaha.

Ingat, istana kita dibakar karena pemimpinya siapa
Pegawai dilempar ke sana kemari karena pemimpinya siapa
alam kita dirampas karena siapa.

KATA KATA MEREKA !

Kau lacurkan kata-kata bijak di spandukmu


Entah kau pinjam di bibirnya siapa?
atau kau pungut di tong sampah yang mana?
Karena aku yakin kau sendiri tidak paham kata yang tertulis itu.

Kau ingin tunjukan sebagai seorang pemberani
Padahal kau sendiri seorang pengecut
Kau ingin menjadi ksatria
padahal sesungguhnya kau banci.

TENTANG KITA

La Ndolo Conary

Mungkin kita banyak lupa
Kalau kita sesungguhnya satu
Satu Pertiwi dalam satu darah
Satu darah dalam satu persaudaraan
yang sejak dulu kita agungkan
untuk menolak mereka yang ingin menjajah.

Mungkin kita pernah ingat
Bahwa persaudaraan kita bukan karena bendera
Atau warna sebuah logo jargon perjuangan
Kita menyatu karna bumi dan nyawa
yang dicipta dan dikirim oleh Tuhan.

Lupa atau ingat tentang kita
tetapi setiap waktu kita mengeja sejarah
dan setiap saat kita mengaburkan maknanya
sehingga yang kita ingat hanya mengingat yang telah dilupakan
Kita mengejar hal yang telah lenyap
Sampai pada ujung yang kosong
yang tidak ada satu hal dapat dikenang.

MANGGUSU WARU

Nanga Lere/Akbar Mbojo
Nggusu Waru adalah delapan sifat/karakteristik yang menyatu sedemikian kuatnya dalam diri seseorang yang menjadi pemimpin (dumudou, ama dou, amarasa) (bahasa lokal). Kedelapan sifat/karakteristik itu sekaligus dapat dijadikan kriteria alternatif bagi seseorang yang akan dipilih/diangkat menjadi pemimpin, yaitu sebagai berikut: 


(Sa’orikaina) “dou maja labo dahu dinadai Ruma Allahu Ta’ala”. Artinya orang yang merasa malu dan takut kepada allah SWT. Takwa dalam artian hati-hati dan selektif dalam hidupnya. Ia tidak mau bersikap sembarangan. Karena ia yakin bahwa meskipun mata kepalanya tidak dapat melihat allah, tapi mata hatinya yakin bahwa allah SWT pasti memperhatikan dia, sebagaimana dirumuskan dalam pengertian ihsan, yaitu: “hendaklah engkau menyembah allah, seakan-akan kau meliha-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa allah pasti melihat engkau”. Jadi, kriteria yang satu ini mendasari sekaligus menjiwai ketujuh sifat yang lainnya. Sifat ma sabua ake, nakapisiku sifat ma pidumbua ma kalai ede.